Being so fed up.
Yes. I dunno what hormones affecting me since I woke
up from my peaceful nap, this afternoon.
No,
it wasn’t peaceful no more since I got this bad feeling.
My
other-self (who speaks real honest than myself) in my head, blame me for I took
“the decision” about 7 months ago. Creeps me, haunted me soon after that day. A
very huge mistake ever done in my life. I shouldn’t take it. It remains as a regret.
Karena sudah terlanjur juga ya ada baiknya sekarang saya
sedikit-sedikit berusaha untuk mengabaikan perasaan ini. Toh, ya tinggal
kurang-lebih 6-7 bulan lagi kelar. Well, teman-teman terdekat saya pasti ngerti
banget sekarang saya ngomongin apa.
Saya sampe belum tidur jam segini karena saya mikirin hal
ini. Kalau gak ditulis, rasanya berat banget di dada. Nyesek banget. I don’t care if you consider this as some
kind of whining. I do whine. This is
whining. So, yes, ini memang keluhan saya.
Saya berusaha menyembunyikan perasaan ini, sejak lama. Saya
berusaha bertahan. Sampai sekarang. Setiap ada yang menyelipkan nama itu, perasaan saya yang tadinya
datar-datar aja, atau lagi seneng, bisa tiba-tiba langsung drop. Males
dengernya. Tiap ada yang bilang “Ciee.. jadi ini gitu sekarang. Udah naik dong ya. Keren banget”, rasanya itu
orang pengen saya tampar bolak-balik, saya lipet jadi origami, saya
injek-injek. Seriusan. Tapi itu di hati saya yang terdalam. Karena saya
biasanya cuman bisa senyum asem terus ketawa dan bilang “Dih. Maksudnya apa?
Aneh.”
Di sana saya
mempunyai teman-teman yang baik. Tadinya mereka sama sekali belum bisa
disiplin, tetapi sekarang saya sudah melihat kesungguhan mereka untuk mencoba
berusaha mendisiplinkan diri dan teman lainnya. Yang saya gak tahan mungkin ada
yang attitudenya gak cocok sama saya
dan bodohnya saya juga gak bisa mengkomunikasikan hal itu. Selera bercandanya
juga termasuk aneh dan cenderung filthy. Saya gak suka. Okay, nobody’s perfect. Saya gak bisa cocok sama semua orang, toh
ada juga orang yang gak cocok sama saya. Fair
enough.
Kembali lagi karena keterlanjuran itu, saya berusaha untuk
mencoba mengikhlaskan diri di jalan yang sekarang tempuh untuk mencapai apa
yang dulu saya impikan seperti idola saya yang anak HI UI itu haha :p I take this mistake as a lesson for me to
get wiser than before. To be honest, being a
catalyst, being a leader, bukan
jalan saya mungkin. Karena saya ternyata punya mimpi yang lain, yang membuat
saya hidup, yang membuat mata saya berbinar tiap saya mendengarnya. Semuanya
terasa benar ada di kepala saya, di hati saya. Saya rasa, itulah yang membuat
saya semangat menjalani hari saya.
I really want to take up cookery lessons, gastronomy stuffs. Mungkin nanti saya akan
sekolah lagi setelah kuliah, atau bekerja dulu untuk bersekolah lagi.
Saya ingin menikmati festival music di Indonesia, Asia, lalu
dunia. Dear, talented yet underrated
musicians, wait for me!
Saya juga ingin sekali menghadiri konser musisi favorit
saya, dari konser yang besar, sampe intimate
concert mereka.
Saya ingin keliling dunia dan nyobain setiap street food
sampe makanan kebangsaannya. Entah backpacking atau gimana, tetep saya mau
jalanin.
Saya ingin bikin bistro. Sophisticated
bistro. Entah di mana. Ini mimpi saya.
Saya pengen meluk Armando Reed, Oli Pettigrew, Henry
Golding, and Jason Godfrey. *cheesy wishes
haha*
Dan ada mimpi-mimpi lain yang jadi my little treasures for myself dan ada juga yang mungkin bisa muncul
begitu aja di pikiran saya, entah sekilas, atau menghantui saya hahaha :p
Earlier this afternoon,at 3.40 p.m, sunrays hit my left face after the rain. Somehow, the warmth of the rays stroke my chest. In a good way. It touched me in its own way. I still can feel it now. Feeling so sentimental I almost cry all of sudden. I assume that was a message brought by the universe.”This is your life, don’t worry about things. You are tough and can get through all of this with your head held up high. Do the best of the bestest.”